
Bulan Oktober ini, akan kembali digelar Haul al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, pengarang Maulid Simtud Durar yang kita kenal dengan sebutan Maulid Habsyi pada 11-13 Oktober 2025. Walaupun al-Habib Ali tidak dimakamkan di Solo—beliau wafat dan dimakamkan di Hadramaut, Yaman—namun putranya, al-Habib Alwi bin Ali al-Habsyi, hijrah ke Jawa dan bermukim di Solo. Habib Alwi inilah yang dimakamkan di Masjid Riyadh, Solo, bersama anaknya, al-Habib Muhammad, dan saudaranya, Habib Ahmad.
Haul bukanlah dibuat oleh seorang ulama untuk dirinya sendiri. Tradisi ini dimulai oleh Habib Alwi bin Ali al-Habsyi sebagai bentuk penghormatan dan doa untuk ayahandanya, Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi. Karena banyak murid Habib Ali yang tinggal di Jawa, Habib Alwi mengumpulkan mereka setahun sekali untuk mendoakan sang ayah, sekaligus mengenang perjalanan hidup beliau. Dari sinilah cikal-bakal Haul Solo dimulai.
Pada masa awal, haul tidak seramai sekarang. Hanya dihadiri sekitar 20–30 orang, tetapi mereka adalah para ulama besar dan wali-wali terkenal, seperti Habib Salim bin Jindan (kakek Habib Jindan Jakarta), serta para habaib dan kiai terkemuka lainnya.
Pada perkembangan selanjutnya, jamaah yang hadir banyak berasal dari Jawa Timur, khususnya Pasuruan. Tokoh penting di balik tersebarnya kabar haul adalah Kiai Hamid Pasuruan. Beliau bahkan datang bersama rombongan, termasuk mertuanya, Kiai Ahmad Kusyairi, beserta para murid-muridnya.
Karena banyak jamaah Pasuruan yang berbahasa Madura, maka pada awal haul, ceramah-ceramah pernah disampaikan dengan bahasa Madura agar lebih mudah dipahami. Dari sinilah haul Solo makin dikenal luas. Bahkan, ada saksi hidup menyebutkan bahwa rombongan dari Pasuruan juga yang pertama kali membawa sound system ke acara haul di Solo.
Seiring waktu, jamaah datang tidak hanya dari Jawa Timur, tetapi juga dari Jakarta, Kalimantan, dan berbagai daerah lainnya. Maka ceramah pun mulai menggunakan bahasa Indonesia agar dapat dipahami lebih luas.
Nasab dan Guru-guru Habib Ali
Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi memiliki nasab yang bersambung langsung kepada Rasulullah ﷺ melalui jalur Imam Husain bin Ali. Beliau dilahirkan pada hari Jumat, 24 Syawal 1259 H, di Desa Qasam, Hadramaut.
Dalam menuntut ilmu, beliau belajar dari banyak ulama besar, di antaranya:
- Ayahandanya sendiri, al-Habib Muhammad bin Husain al-Habsyi,
- Al-Habib Idrus bin Umar,
- Al-Habib Hasan bin Shalih al-Bahr,
- Al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir
- Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas
- Al-Habib Muhsin bin Alawi Assegaf
- Al-Habib Abdurrahman bin Ali bin Umar bin Seggaf, dan masih banyak guru lainnya.
Dari merekalah Habib Ali menyerap lautan ilmu, hingga dikenal sebagai imam besar pada zamannya. Akan tetapi ada dua guru di mana Habib Ali banyak menyerap ilmu kepadanaya, yakni ayahandanya sendiri, al-Habib Muhammah bin Husain al-Habsyi dan al-Habib Abu Bakar bin Abdullah al-Attas
Karya Agung: Simtud Durar
Habib Ali menyusun sebuah kitab maulid berjudul Simtud Durar, yang berarti “untaian mutiara.” Setiap kalimatnya bagaikan permata yang penuh barakah. Beliau sendiri menyebut maulid ini sebagai hadiah dari Allah untuk umat Islam di akhir zaman untuk menambal kekurangan-kekurangan amal mereka, yang ibadahnya tidak bisa menyamai generasi terdahulu.
Membaca Simtud Durar dengan ikhlas diyakini akan membuka limpahan karunia Allah, karena di dalamnya terkandung doa, zikir, dan ungkapan cinta kepada Rasulullah ﷺ. Karenanya, umat Islam dianjurkan untuk membacanya di rumah-rumah, meski hanya bersama lima orang sekalipun. Mari sebarkan maulid ini, di manapun kita berada.
Habib Ali berwasiat dalam kasidahnya:
“Kalau boleh saya sampaikan isi hati saya, Demi Allah, cinta kepada Rasulullah itu meresap dalam hatiku dan itu ketika aku dalam masa kanak-kanak kecil”. Artinya, al-Habib Ali ketika masih kanak-kanak sudah dididik cinta oleh orang tuanya kepada baginda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Habib Ali juga dikenal memiliki kecintaan yang mendalam kepada Rasulullah ﷺ. Dalam karya-karyanya, beliau tidak pernah menyebut Nabi dengan nama biasa, melainkan selalu dengan sebutan “Kekasihku Muhammad”. Begitu terpancar kecintaan Habib Ali kepada baginda Nabi Muhammad Shallalhu alaihi wa Sallam.
Selain itu, apa ajaran yang diajarkan oleh Habib Ali? Apakah untuk mencari kedudukan, menjadi orang terkaya di muka bumi ?. Tidak, tapi beliau berwasiat :
“Teruslah untuk takwa kepada Allah dan takwa kepada Allah jadikan sebagai bekal, karena sebaik-baik bekal adalah takwa kepada Allah.”
Hal ini senada dengan surat al-Baqarah ayat 197 :
وَتَزَوَّدُوا۟ فَإِنَّ خَيْرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقْوَىٰ ۚ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ
Artinya : Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.
Majelis sebagai Telaga Kehidupan
Habib Ali mengibaratkan majelis haul dan maulid sebagai telaga dari Allah subhanahu wa ta’ala yang menghidupkan hati dan jiwa manusia bagi orang yang masuk dan meminum darinya. Semua orang yang hadir akan “minum” dari telaga itu—ada yang hanya seteguk, segelas, bahkan ada yang sampai sepuas-puasnya. Sebagaimana dulu sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam ketika dalam perjalanan bersama Nabi Muhammad, hingga dalam perjalanan tersebut kehabisan air. Mereka datang kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, kita kehabisan air.”
“Kalian punya air? air apa yang kalian punya?”
Akhirnya para sahabat mengumpulkan air dan terkumpullah air semangkuk kecil. Di bawa kehadapan Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam. Beliau bersabda, “Ada lagi tidak ?”
“Tidak ada, kecuali apa yang di hadapanmu Rasulullah”.
Maka Nabi memasukkan tangan suci beliau di mangkuk kecil tersebut. Mangkuk kecil itu sampai Rasulullah hendak melebarkan tangannya, itu tidak bisa lebar karena kecilnya mangkuk tersebut.
Ketika Rasulullah melebarkan tangannya, air memancar dari sela-sela tangan beliau, hingga air itu meluber tidak ada hentinya. Ditampung oleh para sahabat, mereka kumpulkan wadah untuk menampung air tersebut. Untuk wudhu, masak, mandi, minum sebanyak-banyaknya. Ada salah seorang sahabat mengatakan, “Kalau saya, yang saya perbanyak dari peristiwa tersebut Adalah saya meminum air tersebut sebanyak-banyaknya. Sebab air ini bersumber dari sela-sela jari Nabi Muhammad Shallalahu ‘alaihi wa Sallam.
Dan dikatakan dalam kitab Hasyiah al-Bayjuri tingkatan air dari yang paling afdal dengan syair yaitu:
وأفضل المياه ماء قد نبع # من بين أصابع النبي المتبع
Sebaik-baik air Adalah air yang memancar dari sela-sela jari Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wa Sallam.
Orang yang hadir haul itu seperti orang yang berada di telaga dan minum air tersebut. Diantara orang-orang itu ada orang yang minum dengan sepuas-puasnya.
Tanda orang yang benar-benar “minum sepuasnya” adalah akhlaknya semakin mulia, lisannya penuh kebaikan, pikirannya semakin baik, pandangannya penuh kasih sayang, dan hatinya bersih dari dengki dan kebencian. Ini adalah tanda sukses orang yang haul seperti itu.
Penutup
Haul Solo yang dahulu hanya dihadiri puluhan ulama besar, kini menjelma menjadi lautan manusia yang memadati Kota Surakarta setiap tahun. Dari kisah ini kita belajar, bahwa barakah ketulusan, cinta kepada ulama, dan kecintaan mendalam kepada Rasulullah ﷺ akan selalu dikenang, disebarkan, dan menjadi sumber kebaikan yang tidak terputus.
Referensi
al-Bayjuri, S. I. (2007). Hasyiah al-Bayjuri Ala’ Ibn Qosim. Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyah.
Al-Quran al-Karim
(Youtube) 7 Hal Tentang HAUL SOLO yang Perlu diketahui❗️ | Nabawi TV / https://www.youtube.com/watch?v=a8VK9FJfx6s
Penulis: Alfin Haidar Ali