
Rasulullah ﷺ memberikan nasihat yang amat penting bagi umatnya tentang bahaya cinta dunia. Dalam sebuah hadis beliau bersabda:
حب الدنيا راس كل خطيئة
“Cinta dunia adalah pangkal segala kesalahan.”
Hadis ini memberi peringatan serius bahwa kecintaan yang berlebihan terhadap dunia merupakan sumber dari berbagai dosa dan kesalahan. Dunia yang seharusnya menjadi sarana menuju akhirat seringkali berubah menjadi tujuan utama yang menjerat manusia dalam berbagai fitnah.
Bahaya Cinta Dunia
Dalam Risalah Mudzakirah karya al-‘Allamah al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad dijelaskan bahwa cinta dunia adalah sumber segala bencana dan pangkal segala kehancuran. Bahayanya telah merata di berbagai kalangan, baik dari golongan atas maupun bawah. Manusia berlomba-lomba memamerkan kekayaan tanpa rasa malu, seakan-akan dunia menjadi tujuan utama yang wajib dimakmurkan, bahkan lebih utama daripada kewajiban shalat dan puasa.
Akibat cinta dunia yang berlebihan, cahaya agama menjadi redup, keyakinan melemah, dan kebenaran semakin sulit ditegakkan. Rasulullah ﷺ mengingatkan bahwa setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah umat ini adalah harta:
لكل أمة فتنة وفتنة أمتي المال , ولكل أمة عجل وعجل أمتي الدينار والدرهام
“Setiap umat memiliki fitnah (ujian/cobaan), dan fitnah bagi umatku adalah harta. Dan setiap umat memiliki ‘anak sapi’ (yakni berhala yang disembah, sebagaimana Bani Israil), dan ‘anak sapi’ bagi umatku adalah dinar dan dirham (yakni uang/harta).
Hadis ini menegaskan bahwa sebagaimana Bani Israil tersibukkan dengan menyembah patung anak sapi, umat Nabi Muhammad ﷺ juga dapat tersibukkan oleh harta sehingga lalai beribadah kepada Allah ﷻ

Tingkatan Dunia
Al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad membagi dunia ke dalam tiga tingkatan:
- Dunia yang mengandung pahala
Yaitu dunia yang digunakan untuk ketaatan kepada Allah ﷻ. Makanan, harta, pakaian, maupun fasilitas hidup yang dipakai untuk mendukung ibadah, membantu orang miskin, atau menunaikan kewajiban akan bernilai pahala. Dunia seperti ini menjadi kendaraan menuju akhirat. - Dunia yang mengandung hisab
Yaitu dunia yang mubah, yang tidak menyibukkan dari ibadah dan tidak pula digunakan untuk maksiat. Meski tidak berdosa, tetap akan dimintai pertanggungjawaban kelak. Orang yang larut dalam mencari dunia semacam ini akan menghadapi hisab yang panjang, bahkan para orang kaya akan tertahan lebih lama di akhirat sebelum memasuki surga. - Dunia yang mengandung azab
Yaitu dunia yang menghalangi dari ketaatan dan menjerumuskan pada kemaksiatan. Harta haram, jabatan yang diperoleh dengan cara curang, serta kesenangan yang melalaikan akan menjadi sebab siksaan. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ketika dunia dimasukkan ke dalam neraka, para pecintanya pun ikut digiring bersamanya.
Sikap Seorang Mukmin
Al-Habib Abdullah mengingatkan bahwa para pencari dunia memiliki beragam niat. Ada yang mencarinya untuk membantu orang lain, ini tergolong baik, meski tetap ada risiko kelalaian. Ada pula yang mengejar dunia hanya untuk syahwat, bersenang-senang, atau berbangga-bangga, maka mereka termasuk golongan yang tertipu bahkan celaka.
Allah ﷻ menegaskan dalam Al-Qur’an:
ألا ذلك هو الخسران المبين
“Ingatlah, yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS. Az-Zumar: 15)
Karena itu, seorang muslim hendaknya berhati-hati agar tidak tertipu oleh dunia. Dunia hanyalah ladang untuk menanam amal, bukan tujuan akhir. Allah ﷻ berfirman:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu di dunia.” (QS. Al-Qashash: 77)
Penutup
Hadis Rasulullah ﷺ “حب الدنيا راس كل خطيئة” mengandung pelajaran berharga bahwa cinta dunia adalah pangkal segala dosa. Dunia hanya sarana, bukan tujuan. Jika digunakan untuk ketaatan, ia menjadi pahala. Jika berlebihan, ia menjadi hisab. Jika disalahgunakan, ia akan berbuah azab.
Oleh sebab itu, seorang mukmin yang cerdas akan menempatkan dunia sesuai porsinya: secukupnya untuk kebutuhan, selebihnya untuk bekal akhirat. Dengan begitu, ia selamat dari tipuan dunia dan beruntung dalam kehidupan abadi di akhirat.
Referensi
Alwi, A. (2020). Risalatul Mua’awanh wa yalihi Risalatul Mudzakirah. Jakarta: Dar Al Kutub Al Islamiyah.
Al-Quran al-Karim
Penulis: Alfin Haidar Ali